2.1 ASAL MULA KANGEAN
Menurut
cerita, asal mula pulau ini apabila air laut surut baru dapat dilihat dari
jauh, sedangkan apabila air laut pasang, maka akan terendam dibawah muka air,
olehkarena itu pilau ini dinamakan Pulau Kangean yang asal perkataan Madura
"Ka-aengan" yang artinya terendam pada air.
Oleh raja-raja di
Sumenep pada jaman dahulu kala, pulau ini merupakan tempatnya orang-orang yang
mendapatkan hukuman berat karena kesalahan yang besar.
Berhubung dengan
penghasilan yang didapat dari lautan (ikan, akar bahar, aneka bebatuan),
kemudian hasil-hasil hutan dan hasil bumi (sawah, ladang), maka pulau ini
menjadi salah satu pusat perdagangan dilautan, maka banyak orang-orang dari
Sumenep maupun tempat lainnya (bahkan dari kepulauan Kalimantan dan Sulawesi)
mau berpindah dan berumah tangga di Pulau Kangean.
Oleh sebab itu Pulau
Kangean dapat dikatakan kepulauan yang relatif baru, maka penduduknya tidak
mengenal agama Hindu karena agama yang dianut oleh penduduk setempat adalah
agama Islam.
Sewaktu jaman Compagnie
Belanda, kepulauan ini tidak dapat mendapat perhatian pemerintah. Pada tahun
1763 Masehi datang utusan Compagnie Belanda meninjau kangean dan kepulauannya.
Kemudian pada tahun 1798 Masehi datang pula peninjau dari Compagnie Belanda
berhubung dengan adanya kerusuhan hebat di Kangean yang disebabkan terjadinya
kelaparan sehingga diantara golongan pemerintah dibunuh oleh rakyatnya.
Di Kangean terdapat
sebuah gua yang diberi nama "Gua Kuning". Banyak orang yang menyangka
bahwa gua kuning tersebut merupakan tempat bertapanya Putri Kuning (Ibunda
Jokotole), tetapi ternyata gua tersebut bukan tempat pertapaannya Putri Kuning
karena tempat pertaannya Putri Kuning adalah di Gunung Geger Kabupaten
Bangkalan.
Disebuah pualau kecil
terletak disebelah barat Pulau Kangean ada satu kuburan yang dikeramatkan oleh
orang dipulau Kangean dan sekitarnya. Pulau tersebut bernama Pulau Mamburit dan
kuburan keramat itu disebut "Bhuju' Mamburit".
Menurut cerita orang
Kangean, kuburan tersebut merupakan kepala dari seorang Sajid yang terkenal
sebagai penyebar agama Islam yang terdampar ditepi laut sedangkan badannya
tidak diketahui beradaannya.
Diwaktu jaman
pemerintahan Belanda sebelum Jepang, Pulau Sapekan yang termasuk daerah Kangean
merupakan penghasil ikan pindang yang terbesar bila dibandingkan dengan daerah
lainnya di Pulau Madura. Sedangkan hasil lain dari pulau ini adalah kopra dan
kayu hutan, kayu bakar dan arang.
Apabila ada orang
sebelum jaman Jepang menyebutkan "Boschwezen" maka
sebenarnya berarti "Tambang Kangean" karena Kangean
merupakan satu-satunya tempat yang menghasilkan "Boschwezen"
diseluruh kep[ulauan Madura sehingga pemerinth Balanda saat itu banyak sekali
memindahkan orang-orang dari daerah lain seperti Kediri dan Lamongan untuk
dipekerjakan di alas "Boschwezen" yang disebut daerah
"Tambajangan". Dan pada waktu itu ada pula pemberian
ijin (consessie) kepada seorang Formosa bernama Khan Tian Ting untuk
mendirikan perusahaan pembuat arang yang terbesar di seluruh Madura.
Pulau
Kangean merurapakan salah satu daerah kepulauan yang terletak di bagian timur
pulau Madura, bahkan lebih dekat dengan Bali daripada dengan Sumenep (Madura).
Kangean juga merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari Sumenep -
Madura, yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) mulai dari kekayaan Migas,
kekayaan laut dan Hutan dengan kayu Jatinya, dan lain sebagainya. Kekayaan
tersebut merupakan salah satu peninggalan Belanda. Bahkan saat ini kekayaan
alam kepulauan Kangean menjadi incaran dan target dari berbagai pengusaha /
pemodal dalam maupun luar negeri untuk bisa mengelola kekayaan SDA yang ada di
kepulauan Kangean.
2.2 Budaya Dan Masyarakat Kangean
Di sana ada sebuah
desa yang jumlah masyarakatnya kurang lebih 6000 orang. Desa tersebut terletak
di pojok sebelah selatan Pulau Kangean. Desa ini merupakan tempat kelahiran
saya, yaitu desa GELAMAN. Dahulu sebelum desa ini dihuni oleh manusia, banyak
berkeliaran harimau dan anjing liar karena itulah desa ini terkenal dengan
sebutan hutan paling angker dan menakutkan, tapi setelah dihuni oleh banyak
manusia maka desa ini tidak lagi menjadi desa yang mengerikan. Konon ceritanya
yang pertama kali membabat dan menempati desa ini adalah Datok Karaeng Patatas
yang berasal dari luar Pulau Jawa yaitu Makassar. Berselang kemudian maka desa
ini menjadi banyak penduduknya karena sebagian masyarakat yang ada di Pulau
Kangean tertarik untuk pindah ke desa ini, maklum Datok Karaeng Patatas bukan
hanya berdiam tanpa berbuat apa-apa akan tetapi ia menjadi pengajar dan
menyebarkan ajaran agama Islam. Mengingat banyaknya penduduk yang datang untuk
bermukim sekaligus berguru kepadanya maka terjadilah akulturasi budaya desa
ini. Dalam pengamatan penulis sangat banyak budaya yang ada di desa ini, akan
tetapi sebagian budaya sudah mulai hilang akibat perpindahan waktu dan
generasinya. Budaya yang tetap terpelihara sampai saat ini dan menjadi tradisi
masyarakatnya sudah menjadi kebudayaan, karena budaya ini sesuatu yang memenuhi
dalam hidupnya seperti diungkapkan oleh salah satu tokoh Antropologi terkemuka
Koentjaraningrat, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan
dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik
diri manusia dengan belajar.
Kalau
kita berbicara tentang Kangean tentunya sangat luas sekali karena Kangean itu
sendiri terdiri dari beberapa budaya dan bahasa yang sangat beragam, kemudian
bersatu menjadi kesatuan yaitu Kangean dengan berbagai istilahnya. Masyarakat
kepulauan Kangean termasuk mayarakat yang Plural, kenapa saya katakan demikian?
karena kalau kita melihat dan mengamati Masyarakat kepulauan Kangean pada
umumnya, mulai dari ujung timur sampai ujung barat sangat banyak sekali
perbedaan-perbedaan yang kita temukan mulai dari persoalan; bahasa, dan
model-intonasi bahasanya, serta struktur kehidupan social kesehariannya. Bahkan
kalau kita tahu ada sebagian tempat di kepulauan Kangean tersebut dalam
aspek bahasa dan model-intonasi bahasanya berbeda-beda walaupun jarak nya hanya
dibedakan jalan setapak.
Kalau
ditelusuri dan dilihat dari nenek moyang dan kultur masyarakat Kangean itu
sendiri khususnya dalam aspek bahasanya, kayaknya lebih mendekati daerah imur
yakni seperti; Makassar, Mandar, dan Bugis (Sulawesi). Apalagi di daerah
kepulauan Kangean bagian timur khususnya pulau Pagerungan, Sepanjang, Sapeken,
Sitabbok dan Saular jelas sekali dengan model bahasanya ada kesamaan dengan
Indonesia bagian tomur tersebut yakni disbanding dengan Madura pada umumnya.
Hal ini dikarenakan pada zaman penjajahan dahulu, konon banyak sekali
pelayar-pelayar yang datang dari kawasan Sulawesi, kemudian mereka menetap dan
bermukim di daerah kepulauan Kangean tersebut sampai akhirnya memiliki
keturunan turun-temurun, bahkan kebanyakan dari mereka enggan untuk kembali ke
tempat asalnya. Lain halnya dengan Masyarakat kepulauan Kangean bagian barat
kayaknya lebih condong ke Madura, Jawa, dan ketimur dilihat dari aspek bahasa
dan keturunannya, walaupun banyak sekali adanya perbedaan - perbedaan dan
kesamaan dalam bahasa kesehariannya. Jadi kalau kita lihat dari penjelasan di
atas, jelaslah bahwa masyarakat kepulauan Kangean terdiri dari beberapa
kompleksitas-kompleksitas yakni; dari segi keturunan, bahasa dan budaya
kemudian menjadi satu – kesatuan dalam terminology “Kangean”.
Kalau
melihat kehidupan budaya masyarakat kepulauan Kangean saat sekarang ini,
khususnya yang terkait dengan budaya dan teknologi, hal semacam ini sangat kita
rasakan keberadaannya. Ini terbukti dengan pesatnya arus teknologi – budaya
luar masuk ke dese-desa seperti; hand Phone (HP), televise (TV), mode pakaian,
dan pergaulan anak-anak muda serta beraneka macam parfom yang sekiranya membuat
generasi muda kangean terhipnotis dengan itu semua. Akan tetapi menurut mereka
itu adalah sebuah kemajuan dan hal yang berbau modern. Padahal itu hanyalah
sebuah metos yang di teriakkan oleh para penjajah yang berkedok “modernisasi”
dan orang-orang yang memiliki perusahaan besar. Bahkan saat ini, minum-minuman
keras sudah menjalar ke masyarakat yang berada jauh di pedesaan-pedesaan.
Masalah tersebut di sebabkan juga oleh pengaruh media yang berkembang pesat dan
masuk pada setiap bilik rumah-rumah kita. Dan tidak bisa di pungkiri pula, ini
juga disebabkan karena pengaruh orang kangean sendiri yang bekerja diluar
Negeri dan generasi muda kangean yang melanjutkan jenjang pendidikannya diluar
kangean mulai dari anak-anak SMP, SMU/SMK, dan yang Kuliah di berbagai
perguruan tinggi yang ada di Indonesia khususnya di daerah Jawa dan Madura yang
dudah terkontamminasi dengan budaya luar.
Ketika
mereka pulang ke kampung halamannya masing-masing, kadangkala mereka membawa
hal-hal yang baru dan penampilan yang juga sama sekali baru untuk ukuran orang
Kangean. Dimana hal tersebut menurut mereka sesuatu yang maju dan modern,
sehingga seringkali hal semacam ini menjadi sebuah teladan yang kurang baik dan
akan mengikis sedikit demi sedikit kekayaan moyang kita akan budaya Kangean itu
sendiri. Bahkan kadangkala sebagian kecil dari mereka yang melanjutkan studinya
keluar menjadi bahan sorotan dan pembicaraan oleh masyarakat sekitarnya, karena
hal itu tidak sesuai dan bertentangan dengan budaya, dan etika Masyarakat
kepulauan Kangean pada umumnya.
Untuk
menghindari budaya luar yang kurang memberikan teladan yang baik tersebut,
setidaknya generasi muda Kangean mesti menyadari bahwa Masyarakat kepulauan
Kangean pada umumnya memiliki budaya, moral dan etika sendiri dalam
kesehariannya. Dan generasi muda Kangean seharusnya menyadari kalau tempat
kelahiran mereka sedang di serang, dinodai dan di jajah oleh budaya luar (Popular
Culture). Sehingga nantinya tidak tergantung dan tidak terpengaruh dengan
budaya luar yang sedang menjajah budaya Masyarakat kepulauan Kangean khususnya
dan Indonesia pada umumnya. Terkait dengan hal tersebut, setidaknya Pemerintah
daerah, Aparat kepolisian dan instansi – instansi yang terkait, serta tokoh –
tokoh masyarakat kepulauan Kangean khususnya yang memiliki pengaruh besar
hendaknya dan seharusya ikut prihatin, mengawasi dan membendung pada
masalah-masalah yang sekiranya itu merugikan dan memudarkan budaya, etika-moral
masyarakat pada umumnya. Yang sangat penting dilakukan disini yaitu selalu
adanya kerjasama komunikasi yang baik antara pesantren-pesantren yang ada,
tokoh Masyarakat dan Aparat Kepolisian yang berwenang untuk membendung itu
semua.
Ada tiga budaya yang
tetap terpelihara sampai saat ini yaitu : Budaya Gamelan, Budaya Nampanen dan
Budaya perayaan Nisfu Sya’ban. Pertama : mengapa disebut Gamelan, menurut salah
satu tokoh di desa ini, kali pertama bukan bernama Gamelan melainkan ada
sekumpulan orang atau segerombolan orang untuk mempermudah menyebutnya maka
diberi nama Gamelan. Budaya Gamelan ini biasanya dilakukan apabila masyarakat
di desa Gelaman mau melaksanakan panen padi dalam bahasa kangean (arangge’)
yang artinya memanen padi. Perayaan arangge’ di desa ini mesti ditandai dengan
berbagai macam perayaan yang dihasilkan dari budaya masyarakat setempat seperti
adanya kegiatan pencak silat (mancak) dan adu kebolehan dan kesaktian dari
masing-masing orang yang mau memperagakannya. Adu kesaktian ini salah satunya
adalah saling bacok antara dua orang atau empat orang maksimal dengan
menggunakan pisau, keris dan tombak. Gamelan ini dilakukan malam hari sebelum
pelaksanaan panen padi yang bertempat di sawah (lembe) yang mengadakannya.
Meskipun kebudayaan ini menjadi tradisi di desa ini tidak semua masyarakatnya mengadakan
kegiatan semacam ini, karena dibutuhkan dana yang cukup besar untuk
mengadakannya. Biasanya Gamelan ini dilaksanakan oleh orang-orang yang
mempunyai kelas sosial tinggi seperti kepala desa, juragan padi , tokoh
masyarakat, kiai, dan guru ngaji di Mushalla-mushalla. Kedua : budaya Nampanen.
Disebut Nampanen karena pertama kali merayakannya bertepatan dengan hari Senin
dalam bahasa Kangeannya (napak are Senin). Biasanya dilaksanakan menjelang
puasa Ramadhan kurang lima hari. Pada hari itu masyarakat desa Gelaman membuat
limpet (lepet) dan ketupat (katopa’) dan hampir dipastikan antara tetangga satu
dengan tetangga lainnya saling memberi dari hasil buatannya (begibe) dan untuk
kiai hampir semua masyarakat membawa hasil buatannya. Hal ini dijadikan pemersatu
antara individu dan masyarakatnya maupun masyarakat satu dengan masyarakat yang
lain. Ketiga : budaya perayaan Nisfu Sya’ban. Perayaan ini sebenarnya hampir
semua masyarakat muslim yang ada di tanah air melaksanakannya, akan tetapi ada
pelaksanaan yang cukup berbeda dilakukan oleh masyarakat Kangean. Mayoritas
masyarakat muslim merayakannya dengan pembacaan Yasin dan do’a Nisfu Sya’ban,
berbeda pula dengan masyarakat desa Gelaman. Mereka merayakannya dengan
mengadakan kegiatan pengantenan dan penganten ini berbentuk patung yang terbuat
dari tanah, untungnya hal ini hanya dijadikan kegiatan hiburan tidak sampai
kepada penyembahan-penyembahan terhadap patung yang pada akhirnya akan
berdampak terhadap kemusyrikan. Kebudayaan juga bisa menjadi sesuatu yang
berbahaya jika dikultuskan. Budaya ketiga inilah yang sampai saat ini
berpersepsi bahwa budaya ini adalah peninggalan-peninggalan orang-orang awam
yang ter-imitasi ajaran-ajaran Buddha. Namun saat ini hampir hilang ditandai
minimnya masyarakat desa Gelaman untuk melaksanakannya.
Tidak kalah
pentingnya untuk diketahui, bahwa di desa ini ada suatu ajaran agama yang
bernuansa (syariat) masyhur di kalangan masyarakat muslim dengan sebutan ajaran
ABOGE. Aboge merupakan nama dari ajaran ini. Dan penulis baru mengetahuinya,
pada waktu penulis masih bersekolah SD. Penulis sama sekali tidak mengetahui
bahwa nama ajaran ini adalah ajaran Aboge, hanya saja penulis pernah mendengar
bahwa ajaran ini adalah ajaran kitab Mujarrabat yang dibawa oleh salah satu
tokoh yang berasal dari Makassar. Dan ajaran ini menjadi madzhab di desa ini.
Mengapa ajaran ini dikatakan ajaran Mujarrabat? Karena kitab ini dijadikan
pedoman dalam kesahariannya oleh masyarakat di desa ini, di samping itu ada
ajaran yang sangat unik di dalam kitab itu, terkait dengan penentuan tanggal 1
Muharram dan penentuan tanggal setiap bulannya mengikuti rumus yang ada dalam
kitab Mujarrabat. Tidak mengikuti kelender Hijriah yang menjadi kesepakan para
ulama’ di seluruh dunia. Tidak hanya penentuan tanggal yang ada dalam kitab
Mujarrabat ini yang dijadikan sebuah ajaran oleh masyarakatnya, melainkan juga
percaya kepada hitungan-hitungan angka untuk mencari hari yang dianggap
menyelamatkan dan menguntungkan jika mengimaninya.
Untuk ajaran Aboge
seringkali masyarakat di desa ini dalam pelaksanaan dua hari raya dan
pelaksanaan tanggal 1 Muharram maupun pelaksanaan hari-hari besar lainnya tidak
sama dengan masyarakat muslim pada umumnya. Salah satu tokoh Aboge Ustad
Ahmadullah mengatakan bahwa ajaran semacam ini tidak bisa dirubah karena
merupakan peninggalan nenek moyangnya. Ia pun mengaku bahwa ajaran yang
diikutinya merupakan ajaran Islam hanya ikhtilaf (berbeda) saja dengan ajaran
Islam yang berlaku pada masyarakat muslim yang lain.
Banyaknya
pemuda-pemuda desa Gelaman yang sudah berpendidikan tinggi sudah mampu
mengurangi masyarakat yang mempercayai ajaran ini. Sebagian pemuda membuat
organisasi penyelamat syariat Islam dan persatuan pemuda Gelaman. Diantara
berbagai program yang direncanakannya adalah pemurnian dan pemahaman kembali
ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya disesuaikan dengan ajaran Ahlusunnah wal
Jama’ah.
2.4 PARIWISATA
KANGEAN
Bicara soal Kangean tidak pernah lepas dari masalah potensi dan
eksestensinya. Masyarakatnya yang plural dan budaya yang beragam, inilah yang
menciptakan keunikan pulau Kangean.
Bukan hanya Bali, Kangeanjuga memiliki tempat-tempat yang Indah lainnya yang
potensial sebagai tempat tujuan wisata. Kangean adalah salah satu pulau di
Sumenep yang memiliki tempat wisata darat dan
wisata laut yang cukup memikat perhatian masyarakat. Baik masyarakat local
maupun dari luar Kepulauan Kangean. Tapi sayangnya,
sampai saat ini masih banyak yang tidak menyadari
keberadaannya.
Dengan kesulitan ekonomi Kangean saat ini, maka usaha-usaha ekonomi berbasis
kekuatan local[]dapat menjadi harapan. Salah satunya adalah obyek-obyek wisata
yang terbesar di pulau Kangean. Untuk itulah insan-insan pariwisata Kangean
harus mampu mencari strategi-strategi yang tepat untuk mengatasi hambatan
bisnis ekonomi maupun hambatan politik dan budaya dari luar untuk maju menjadi
salah satu peluang dan alternative, paling sedikit dengan tujuan mencegah
pariwisata Kangean menjadi terkikis.
Strategi atau langkah –langkah apakah kiranya didalam kepariwisataan yang perlu
dilakukan, khususnya untuk ikut menggairahkan ekonomi dalam
negeri
Pengembangan pariwisata di pulau.Kangean
hendaknya tidak terlepas dari arah pengembangan kebudayaan local Kangean itu
sendiri. Dengan kata lain, dalam kebudayaan local itulah hendaknya terletak
landasan bagi kebijakan pengembangan wisata.
Kebudayaan local merupakan wadah pembentukan karakter dan sikap masyarakat dan
sikap mayarakat Kangean, yang akan membuat lebih mampoenya Kngean dalam
menghadapi tentang kehidupan dan waktu kewaktu. Kita telah seppakat[]bahwa
Kangean menjadi jaya dan indah berdasarkan dinamika pluralisme, tetapi kukuh
menjadi satu sebagai keluarga besar dalam kebersamaan dan mutualitas Bhinneka
Tunggal Ika. Dalam konteks inilah pengembangan pariwisata harus di lkukan agar
tidak mengorbankan cita-cita pembangunan karakter Kangean.
Dalam pembangunan wisata bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dengan membuka kesempatan berusaha dan lapangan kerja serta pemerataan
pembangunan dibidang pariwisata. Pembangunan pariwisata yang berkesinambungan
akan memberikan manfaat social budaya, social ekonomi masyarakat dan daerah,
serta terpeliharanya mutu lingkungan hidup. Meningkatkan kepuasan wisatawan dan
memperluas pangsa pasar. Dan menciptakan iklim yang kondusif bagi pembangunan
pariwisata Kangean.
Dalam hal ini Pemerintah Daerah diharapkan mampu untuk kemampuan daerah[]dan
kebutuhan wisatawan. Dengan kata lain, kepentingan wisatawan memang tidak boleh
terabaikan, namun sebaliknya, tuntutan dan minat pariwisata mereka pun tidak
boleh merusak daya tarik utama daerah wisata kangean, baik yang berupa ekologi,
obyek-obyek wisata [termasuk peninggalan sejarah], adapt-istiadat dan kesenian
setempat yang khas.
Unsur-unsur kebudayaan local, terutama kesenian local sebagai daya tarik
wisata, yang harus kita jaga kelestariannya. Hal itu perlu dilihat dari segi
jangka panjangnya, yankni bahwa ke khasan budaya local dapat menjadi modal
dasar jangka panjang untuk memberi substansi kepada manifesto budaya kita,
“Bhinneka Tunggal Ika”, yang harus tetap di pertahankan. Seni budaya local yang
harus itu bahkan perlu di matangkan melalui proses improvisasi dan pengayaan ,
agar tetap akan menjadi daya tarik bagi para wisatawan, yang pasti juga akan
makin menuntut kualitas akibat tajamnya persaingan budaya. Dengan cara itulah
maka kepentingan kepariwisataan dapat menjadi sinkron dengan kepentingan
mematangkan dan memperkokoh kepribadian nasional.
Namun yang menjadi kendala saat ini adalah kualitas sumber daya manusia,
khususnya mengenai landasan pola pikir dalam melihat kegiatan pariwisata oleh
masyarakat setempat. Hingga saat ini masih banyak di temukan adanya tingkat
pengetahuan , pemahaman dan kesiapan masyarakat setempat yang masih rendah
dalam menerima kegiatan pariwisata dan pengembangannya. Kangean masih termasuk
unggul dari obyek wisata dan atraksi budaya yang bisa disajikan. Melalui cara
itu, citra Kangean dapat di tingkatkan, dan kesan baik masyarakat luar terhadap
Kangean dapat di tumbuh kembangkan.
Landasan pola pikir yang di perlukan dalam pengembangan dunia wisata adalah
pola pikir yang berorentasi pada kebersamaan [mutuality]. Hal ini harus di
tanamkan sebagai salah satu kebijakan dalam pengembangan kebudayaan local.
Sebaliknya, melalui pola pikir kebersamaan dan kerjasama, banyak kemajuan akan
dapat di capai oleh dunia pariwisata. Di tingkat praktek, landasan pola pikir
yang berorentasi pada kebersamaan dan kerjasama dapat di tunjukkan, misalnya,
dalam pemberian izin operasional pada berbagai sarana-sarana pariwisata yang
baru. Pemberian izin usaha biro perjalanan wisata dan hotel harus di upayakan
untuk bisa meningkatkan kerjasama antara jenis-jenis usaha pariwisata itu
sebagai suatu kekuatan bersama dalam membangun pariwisata Kangean agar mampu
menjadi tuan di negerinya sendiri. Dengan cara itu dapat pula di kurangi
ketergantungan insane pariwisata kita pada selera dan kepentingan pihak asing.
Hampir semua masyarakat Kangean mengenal Pantai Celghung, dan Tanjung
Pongka’[TP], yang berada di bagian barat pulau Kangean. Bahkan masyarakat dan
daerah lain sudah sangat mengenal tempat wisata tersebut, terutama momen-momen
lebaran sering menjadi sasaran utamanya. Masyarakatpun menjadikan kedua tempat
tersebut sebagai pariwisata yang sangat potensial untuk di kembangkan.
Hampi setiap hari minggu banyak masyarakat Kangean yang menyempatkan berekreasi
di tempat tersebut. Namun ironisnya, masih banyak masyarakat yang belum
mengetahui keberadaan tempat wisata lainnya. Selain karena masih banyak yang
lebih suka memilih wisata pantai, lemahnya promosi wisata darat yang di lakukan
sebagian masyarakat merupakan salah satu factor “terlupakannya” tempat wisata
ini.
“Goa Kuning” tempat wisata yang terletak di sentral Kangean cukup mudah di
jangkau oleh masyarakat yang hendak berekreasi di tempat tersebut. Lokasinya
tepat di sekitar kawasan perkebunan bukit utara atau sekitar 1½ km dari Kota
Arjasa.
Diutara pantai kangean tersebut, kalau sore bayak ikan lumba-lumba
yang sedang bermain, jarak dari pantai sekitar 500 meter, biasanya ikan
lumba-lumba dapat di lihat sekitar pukul 15-18 sore. Bukan hanya itu di pulau
mamburit, sekitar 450 meter sebelah barat kangean, menyimpan keindahan laut,
mungkin satu-satunya pulau di sumenep memiliki terumbu kaeang yang sangat luas
dan indah, namun pemda sumenep tutup mata dengan keindahan laut tersebut.
Padahal keindahan terumbu karang di pulau mamburit sudah masuk dalam dafter
untuk di jadikan taman laut, namun sampai saat ini terbengkalai. Rencana
tersebut sudah ada sejak tahun 2006. feri kepala bagian Tata Ruang di DKP Pusat
mengatakan kepada wartawan media ini di ruang kerjanya. Pulau tersebut sudah di
rencanakan untuk di jadikan Taman Laut terbesar di Asia, mengingat terumbu
karang yang ada di pualau tersebut sangat luas dan indah, sehingga dapat
mengundang wisatawan local dan mancanegara.
Masih menurut Feri, program sudah kami buat, bahkan sudah ada buku panduannya,
tinggal bagaimana daerah tingkat I dan II melaksanakannya, kata Feri. Bukan
hanya itu dapat mengundang wisatawan, namun ada tiga titik tempat wisata yang
menarik, seperti Goa Kuning, dahulu kala Goa tersebut tempat bertapanya seorang
puteri cantik yaitu Puteri Kuning yang di duga ibunda Joko Tole (Raja Sumenep).
Goa Petteng, Goa ini sangat menyeramkan karena goa tersebut sangat gelap, namun
di dalamnya goa tersebut sangat menarik karena ada peralatan tidur lengkap yang
terbuat dari batu. Air Mancur Alami, tempat ini terletak di Desa Daandung, Air
Mancur ini tumbuh secara alami, tanpa di gerakkan memakai mesin, tempat
tersebut cocok untuk di kelola di jadikan perusahaan air, guna memenuhi
konsomsi local, tapi hingga saat ini belum dikelola.
A.AIR TERJUN AENG BUTON
Beberapa hari yang lalu di pulau Kangean dihebohkan dengan
ketemukannya Air Terjun berketinggian 3-4 meter oleh masyarakat setempat.
Adapun telah air terjun itu ada di dusu Aeng Buton desa Torjek Kecamatan
Kangayan. Sementara masyarakat pulau Kangean menamakan air terjun tersebut
dengan di sebut Air Terjun Aeng Buton. Diharapkan dengan diketemukan air terjun
tersebut menambah kekayaan wisata di Kepulauan Kangean, sampai saat ini di
pulau kangean sudah ada beberapa obyek wisata yang sering di kunjungi oleh
masyarakat local (orang kangean sendiri).
Agak kebarat dari tempat ketemukannya Air Terjun Aeng Buton di sana ada tempat
wisata yang dinamakan Olbek. Daerah ini masuk wilayah Kecamatan Kangayan
merupakan sumber air yang tak kujung henti menghembuskan air walaupun di musim
kemarau, sumber ini cocok untuk di kelolah oleh perusahaan Air Minum. Tempat
ini kalau hari minggu atau hari libur lainnya sangat ramai di kunjungi oleh
wisatawan local khususnya anak-anak muda pulau Kangean untuk sekedar MEJENG.
B.Air Kelamin' Berkhasiat
di Kangean
(foto: ikhsanhafiyudin.blogspot)
PENINGGALAN sejarah memang banyak keunikannya. Dari artistiknya hingga daya magis yang cukup kuat. Seperti sebuah batu
yang cukup
unik
di
Kangean,
Madura,
Jawa
Timur.
Batu ini disebut unik
karena
memiliki
bentuk
seperti
alat
kelamin
pria
dan
alat
kelamin
wanita.
Menariknya dari kedua bentuk alat kelamin ini keluar air yang dipercaya berkhasiat penuh dengan kekuatan magis.
Lokasi Kangean sendiri berjarak sekitar 100 km dari Sumenep, Madura. Transportasi yang ada saat ini adalah kapal laut yang dikelola oleh PT. Dharma Lautan Indonesia dan Sumekar Line (milik Pemkab Sumenep). Dengan transportasi ini
masyarakat
Kangean
dapat
pulang-pergi
ke
pulau
Madura
hampir
setiap
hari.
Rata-rata waktu tempuh ke pulau Kangean
sekitar 3 jam dari pelabuhan Kalianget.
Kangean adalah gugusan pulau
yang terletak
di
sebelah
ujung
timur
Pulau
Madura,
Laut
Jawa.
Kepulauan ini terdiri dari sedikitnya 60 pulau, dengan luas wilayah 487 km².
Pulau-pulau terbesar adalah Pulau Kangean (188 km²), Pulau Paliat, dan Pulau Sapanjang. Pulau Kangean bagian timur
terdapat
pegunungan
dengan
puncak
tertingginya
364 m.
Di Desa/Kecamatan Kangayan (Pulau Kangean), Sumenep, Madura mempunyai sesuatu yang unik yaitu
Sumber
Palak-Palak.
Sumber air terletak di tengah hutan lindung yang mengeluarkan air dari batu besar berbentuk kemaluan seorang laki-laki dan wanita. Air batu itu
dipercaya
mempunyai
kekuatan
magis.
Sumber palak-palak yang sudah ratusan tahun
menghidupi
masyarakat
setempat
saat
ini
dipercaya
mengandung
kekuatan
magis.
Selain airnya untuk
mengaliri
lahan
pertanian
dan
kebutuhan
masyarakat,
sumber
ini
juga
banyak
didatangi
warga
yang sulit
mempunyai
anak
dan
sulit
mendapatkan
jodoh.
Ibaratnya, batu besar yang menyerupai alat kelamin manusia dan keluar air sangat deras itu menjadi obyek wisata dadakan. Para pengunjung laki-laki biasanya lebih
tertarik
pada
batu
mirip
kemaluan
perempuan,
sedangkan
pengunjung
wanita
justru
mendekati
batu
yang mirip
lawan
jenis
itu.
Air yang keluar dari satu batu dan
berbentuk dua kemaluan manusia lain jenis itu menjadi sasaran
para pengunjung. Mereka tidak segan-segan meminum langsung airnya guna
terkabul
hajatnya.
Khususnya, yang sulit mempunyai jodoh atau sulit mempunyai keturunan.
Untuk sampai ke
tempat
tersebut,
dari
Kecamatan
Kangayan
menuju
ke
arah
selatan
sekitar
5 kilometer. Lalu menyusuri jalan setapak sekitar 700 meter dan bisa dilalui sepeda motor. Lokasi pun sangat alami
dan
berjarak
sekitar
500 meter pada
pemukiman
warga.
Sumber Palak-Palak tersebut merupakan potensi alam
yang perlu
dikembangkan,
sebab
kondisinya
sangat
alami
dan
indah
serta
mempunyai
ciri
kekhasan
plus benar-benar
unik.
Sayangnya hingga kini pemerintah daerah setempat belum mengupayakan secara maksimal, terutama menjadi tujuan obyek wisata alam. Sebab bila dikelola
dengan baik maka akan menambah dan meningkatkan
PAD tentu saja perekonomian masyarakat setempat akan berputar
cepat.
2.4 SATWA DI KANGEAN.
Ayam
bekisar merupakan ayam bersuara khas, hasil persilangan antara ayam hutan dan
ayam kampung. Karena ke khas-an suaranya itulah, harga ayam bekisar bisa
mencapai jutaan rupiah. Karena harganya yang melangit, warga Kangean akhirnya
mencoba menangkarkannya dengan cara tradisional. Seperti yang dilakukan
Muhammad Ali, warga Desa Torjak, Kecamatan Kangayan, Pulau Kangean, Sumenep.
Dengan bermodal tiga ekor ayam hutan jantan, dikawinkanlah ayam itu dengan ayam
kampung betina.
Caranya,
ayam kampung betina dipendam sebagian tubuhnya ke dalam tanah dan pada bagian
sayapnya dipasangi bambu. Ini dilakukan sebagai penahan agar ayam tidak lari.
Selanjutnya, ayam hutan jantan yang ada di dalam sangkar dikeluarkan.
Tapi sebelumnya, nafsu ayam hutan jantan harus dipancing dulu dengan
menggunakan ayam hutan betina. Karena, ayam hutan jantan biasanya tidak mau
dikawinkan langsung dengan ayam kampung betina.
Setelah
nafsu ayam hutan jantan memuncak, Mohammad Ali kemudian menyodorkannya ke ayam
kampung betina sehingga terjadilah proses perkawinan. Agar benih yang ada
di rahim ayam betina kampung aman dan tidak hilang, Mohammad Ali memasang
pengaman dari potongan batok kelapa yang di bagian belakang ayam betina
kampung. Hal tersebut dimaksdukan agar tidak terjadi perkawinan antara ayam
kampung betina dan ayam jantan lainnya di luar jenis ayam hutan.
Untuk
memperoleh bibit ayam bekisar yang bagus, pejantan ayam hutan dan ayam betina
kampung harus dari jenis yang unggul, sehat dan memiliki bulu tebal.
Kalau memang mau bibit keturunan ayam yang mahal, pejantan ayam hutan dan
betina harus dipilih dari jenis yang unggul. Nantinya, anak ayam akan mengikuti
induknya, jelas M Ali.
Ayam
kampung betina yang sudah bertelor dari hasil perkawinan dengan ayam jantan
hutan kemudian ditetaskan oleh induk ayam kampung betina. Namun anak ayam yang
menetas tidak semuanya menjadi bibit ayam bekisar. Dari sepuluh telur ayam yang
menetas, kemungkinan yang jadi ayam bekisar hanya tiga sampai lima anak ayam
saja.
Hasilnya,
ayam bekisar yang sudah bersuara cukir harganya sangat mahal, mencapai Rp 5
juta. Sedangkan anak ayam bekisar yang baru dipisah dari induknya sekitar Rp
250 ribu hingga Rp 750 ribu. Untuk mendapatkan keuntungan atas hasil
perkawinan ayam-ayamnya itu, Mohammad Ali biasanya memenuhi permintaan penghobi
ayam bekisar di Jakarta, Yogjakarta, Solo dan Surabaya.
Umumnya,
permintaan ayam bekisar itu digunakan untuk ayam aduan. Karena, ayam bekisar
yang sering memenangkan perlombaan suara, harga jualnya mencapai puluhan juta
rupiah. (san/eda)
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.google.com.pariwisata.kangean wropress.com
http://www.google.com.kangean.kangeanblogspot.com