Social Icons

Pages

Sabtu, 05 Mei 2012

kangean



2.1 ASAL MULA KANGEAN
Menurut cerita, asal mula pulau ini apabila air laut surut baru dapat dilihat dari jauh, sedangkan apabila air laut pasang, maka akan terendam dibawah muka air, olehkarena itu pilau ini dinamakan Pulau Kangean yang asal perkataan Madura "Ka-aengan" yang artinya terendam pada air.
Oleh raja-raja di Sumenep pada jaman dahulu kala, pulau ini merupakan tempatnya orang-orang yang mendapatkan hukuman berat karena kesalahan yang besar.
 
Berhubung dengan penghasilan yang didapat dari lautan (ikan, akar bahar, aneka bebatuan), kemudian hasil-hasil hutan dan hasil bumi (sawah, ladang), maka pulau ini menjadi salah satu pusat perdagangan dilautan, maka banyak orang-orang dari Sumenep maupun tempat lainnya (bahkan dari kepulauan Kalimantan dan Sulawesi) mau berpindah dan berumah tangga di Pulau Kangean.
 
Oleh sebab itu Pulau Kangean dapat dikatakan kepulauan yang relatif baru, maka penduduknya tidak mengenal agama Hindu karena agama yang dianut oleh penduduk setempat adalah agama Islam.
 
Sewaktu jaman Compagnie Belanda, kepulauan ini tidak dapat mendapat perhatian pemerintah. Pada tahun 1763 Masehi datang utusan Compagnie Belanda meninjau kangean dan kepulauannya. Kemudian pada tahun 1798 Masehi datang pula peninjau dari Compagnie Belanda berhubung dengan adanya kerusuhan hebat di Kangean yang disebabkan terjadinya kelaparan sehingga diantara golongan pemerintah dibunuh oleh rakyatnya.
 
Di Kangean terdapat sebuah gua yang diberi nama "Gua Kuning". Banyak orang yang menyangka bahwa gua kuning tersebut merupakan tempat bertapanya Putri Kuning (Ibunda Jokotole), tetapi ternyata gua tersebut bukan tempat pertapaannya Putri Kuning karena tempat pertaannya Putri Kuning adalah di Gunung Geger Kabupaten Bangkalan.
Disebuah pualau kecil terletak disebelah barat Pulau Kangean ada satu kuburan yang dikeramatkan oleh orang dipulau Kangean dan sekitarnya. Pulau tersebut bernama Pulau Mamburit dan kuburan keramat itu disebut "Bhuju' Mamburit".
Menurut cerita orang Kangean, kuburan tersebut merupakan kepala dari seorang Sajid yang terkenal sebagai penyebar agama Islam yang terdampar ditepi laut sedangkan badannya tidak diketahui beradaannya.
Diwaktu jaman pemerintahan Belanda sebelum Jepang, Pulau Sapekan yang termasuk daerah Kangean merupakan penghasil ikan pindang yang terbesar bila dibandingkan dengan daerah lainnya di Pulau Madura. Sedangkan hasil lain dari pulau ini adalah kopra dan kayu hutan, kayu bakar dan arang.
Apabila ada orang sebelum jaman Jepang menyebutkan "Boschwezen" maka sebenarnya berarti "Tambang Kangean" karena Kangean merupakan satu-satunya tempat yang menghasilkan "Boschwezen" diseluruh kep[ulauan Madura sehingga pemerinth Balanda saat itu banyak sekali memindahkan orang-orang dari daerah lain seperti Kediri dan Lamongan untuk dipekerjakan di alas "Boschwezen" yang disebut daerah "Tambajangan". Dan pada waktu itu ada pula pemberian ijin (consessie) kepada seorang Formosa bernama Khan Tian Ting untuk mendirikan perusahaan pembuat arang yang terbesar di seluruh Madura.
Pulau Kangean merurapakan salah satu daerah kepulauan yang terletak di bagian timur pulau Madura, bahkan lebih dekat dengan Bali daripada dengan Sumenep (Madura). Kangean juga merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari Sumenep - Madura, yang kaya akan Sumber Daya Alam (SDA) mulai dari kekayaan Migas, kekayaan laut dan Hutan dengan kayu Jatinya, dan lain sebagainya. Kekayaan tersebut merupakan salah satu peninggalan Belanda. Bahkan saat ini kekayaan alam kepulauan Kangean menjadi incaran dan target dari berbagai pengusaha / pemodal dalam maupun luar negeri untuk bisa mengelola kekayaan SDA yang ada di kepulauan Kangean.
2.2 Budaya Dan Masyarakat Kangean
Di sana ada sebuah desa yang jumlah masyarakatnya kurang lebih 6000 orang. Desa tersebut terletak di pojok sebelah selatan Pulau Kangean. Desa ini merupakan tempat kelahiran saya, yaitu desa GELAMAN. Dahulu sebelum desa ini dihuni oleh manusia, banyak berkeliaran harimau dan anjing liar karena itulah desa ini terkenal dengan sebutan hutan paling angker dan menakutkan, tapi setelah dihuni oleh banyak manusia maka desa ini tidak lagi menjadi desa yang mengerikan. Konon ceritanya yang pertama kali membabat dan menempati desa ini adalah Datok Karaeng Patatas yang berasal dari luar Pulau Jawa yaitu Makassar. Berselang kemudian maka desa ini menjadi banyak penduduknya karena sebagian masyarakat yang ada di Pulau Kangean tertarik untuk pindah ke desa ini, maklum Datok Karaeng Patatas bukan hanya berdiam tanpa berbuat apa-apa akan tetapi ia menjadi pengajar dan menyebarkan ajaran agama Islam. Mengingat banyaknya penduduk yang datang untuk bermukim sekaligus berguru kepadanya maka terjadilah akulturasi budaya desa ini. Dalam pengamatan penulis sangat banyak budaya yang ada di desa ini, akan tetapi sebagian budaya sudah mulai hilang akibat perpindahan waktu dan generasinya. Budaya yang tetap terpelihara sampai saat ini dan menjadi tradisi masyarakatnya sudah menjadi kebudayaan, karena budaya ini sesuatu yang memenuhi dalam hidupnya seperti diungkapkan oleh salah satu tokoh Antropologi terkemuka Koentjaraningrat, bahwa kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.
Kalau kita berbicara tentang Kangean tentunya sangat luas sekali karena Kangean itu sendiri terdiri dari beberapa budaya dan bahasa yang sangat beragam, kemudian bersatu menjadi kesatuan yaitu Kangean dengan berbagai istilahnya. Masyarakat kepulauan Kangean termasuk mayarakat yang Plural, kenapa saya katakan demikian? karena kalau kita melihat dan mengamati Masyarakat kepulauan Kangean pada umumnya, mulai dari ujung timur sampai ujung barat sangat banyak sekali perbedaan-perbedaan yang kita temukan mulai dari persoalan; bahasa, dan model-intonasi bahasanya, serta struktur kehidupan social kesehariannya. Bahkan kalau kita tahu ada sebagian tempat di kepulauan Kangean tersebut  dalam aspek bahasa dan model-intonasi bahasanya berbeda-beda walaupun jarak nya hanya dibedakan jalan setapak.
Kalau ditelusuri dan dilihat dari nenek moyang dan kultur masyarakat Kangean itu sendiri khususnya dalam aspek bahasanya, kayaknya lebih mendekati daerah imur yakni seperti; Makassar, Mandar, dan Bugis (Sulawesi). Apalagi di daerah kepulauan Kangean bagian timur khususnya pulau Pagerungan, Sepanjang, Sapeken, Sitabbok dan Saular jelas sekali dengan model bahasanya ada kesamaan dengan Indonesia bagian tomur tersebut yakni disbanding dengan Madura pada umumnya. Hal ini dikarenakan pada zaman penjajahan dahulu, konon banyak sekali pelayar-pelayar yang datang dari kawasan Sulawesi, kemudian mereka menetap dan bermukim di daerah kepulauan Kangean tersebut sampai akhirnya memiliki keturunan turun-temurun, bahkan kebanyakan dari mereka enggan untuk kembali ke tempat asalnya. Lain halnya dengan Masyarakat kepulauan Kangean bagian barat kayaknya lebih condong ke Madura, Jawa, dan ketimur dilihat dari aspek bahasa dan keturunannya, walaupun banyak sekali adanya perbedaan - perbedaan dan kesamaan dalam bahasa kesehariannya. Jadi kalau kita lihat dari penjelasan di atas, jelaslah bahwa masyarakat kepulauan Kangean terdiri dari beberapa kompleksitas-kompleksitas yakni; dari segi keturunan, bahasa dan budaya kemudian menjadi satu – kesatuan dalam terminology “Kangean”.
Kalau melihat kehidupan budaya masyarakat kepulauan Kangean saat sekarang ini, khususnya yang terkait dengan budaya dan teknologi, hal semacam ini sangat kita rasakan keberadaannya. Ini terbukti dengan pesatnya arus teknologi – budaya luar masuk ke dese-desa seperti; hand Phone (HP), televise (TV), mode pakaian, dan pergaulan anak-anak muda serta beraneka macam parfom yang sekiranya membuat generasi muda kangean terhipnotis dengan itu semua. Akan tetapi menurut mereka itu adalah sebuah kemajuan dan hal yang berbau modern. Padahal itu hanyalah sebuah metos yang di teriakkan oleh para penjajah yang berkedok “modernisasi” dan orang-orang yang memiliki perusahaan besar. Bahkan saat ini, minum-minuman keras sudah menjalar ke masyarakat yang berada jauh di pedesaan-pedesaan.  Masalah tersebut di sebabkan juga oleh pengaruh media yang berkembang pesat dan masuk pada setiap bilik rumah-rumah kita. Dan tidak bisa di pungkiri pula, ini juga disebabkan karena pengaruh orang kangean sendiri yang bekerja diluar Negeri dan generasi muda kangean yang melanjutkan jenjang pendidikannya diluar kangean mulai dari anak-anak SMP, SMU/SMK, dan yang Kuliah di berbagai perguruan tinggi yang ada di Indonesia khususnya di daerah Jawa dan Madura yang dudah terkontamminasi dengan budaya luar.
Ketika mereka pulang ke kampung halamannya masing-masing, kadangkala mereka membawa hal-hal yang baru dan penampilan yang juga sama sekali baru untuk ukuran orang Kangean. Dimana hal tersebut menurut mereka sesuatu yang maju dan modern, sehingga seringkali hal semacam ini menjadi sebuah teladan yang kurang baik dan akan mengikis sedikit demi sedikit kekayaan moyang kita akan budaya Kangean itu sendiri. Bahkan kadangkala sebagian kecil dari mereka yang melanjutkan studinya keluar menjadi bahan sorotan dan pembicaraan oleh masyarakat sekitarnya, karena hal itu tidak sesuai dan bertentangan dengan budaya, dan etika Masyarakat kepulauan Kangean pada umumnya.
Untuk menghindari budaya luar yang kurang memberikan teladan yang baik tersebut, setidaknya generasi muda Kangean mesti menyadari bahwa Masyarakat kepulauan Kangean pada umumnya memiliki budaya, moral dan etika sendiri dalam  kesehariannya. Dan generasi muda Kangean seharusnya menyadari kalau tempat kelahiran mereka sedang di serang, dinodai dan di jajah oleh budaya luar (Popular Culture). Sehingga nantinya tidak tergantung dan tidak terpengaruh dengan budaya luar yang sedang menjajah budaya Masyarakat kepulauan Kangean khususnya dan Indonesia pada umumnya. Terkait dengan hal tersebut, setidaknya Pemerintah daerah, Aparat kepolisian dan instansi – instansi yang terkait, serta tokoh – tokoh masyarakat kepulauan Kangean khususnya yang memiliki pengaruh besar hendaknya dan seharusya ikut prihatin, mengawasi dan membendung pada masalah-masalah yang sekiranya itu merugikan dan memudarkan budaya, etika-moral masyarakat pada umumnya. Yang sangat penting dilakukan disini yaitu selalu adanya kerjasama komunikasi yang baik antara pesantren-pesantren yang ada, tokoh Masyarakat dan Aparat Kepolisian yang berwenang untuk membendung itu semua.

Ada tiga budaya yang tetap terpelihara sampai saat ini yaitu : Budaya Gamelan, Budaya Nampanen dan Budaya perayaan Nisfu Sya’ban. Pertama : mengapa disebut Gamelan, menurut salah satu tokoh di desa ini, kali pertama bukan bernama Gamelan melainkan ada sekumpulan orang atau segerombolan orang untuk mempermudah menyebutnya maka diberi nama Gamelan. Budaya Gamelan ini biasanya dilakukan apabila masyarakat di desa Gelaman mau melaksanakan panen padi dalam bahasa kangean (arangge’) yang artinya memanen padi. Perayaan arangge’ di desa ini mesti ditandai dengan berbagai macam perayaan yang dihasilkan dari budaya masyarakat setempat seperti adanya kegiatan pencak silat (mancak) dan adu kebolehan dan kesaktian dari masing-masing orang yang mau memperagakannya. Adu kesaktian ini salah satunya adalah saling bacok antara dua orang atau empat orang maksimal dengan menggunakan pisau, keris dan tombak. Gamelan ini dilakukan malam hari sebelum pelaksanaan panen padi yang bertempat di sawah (lembe) yang mengadakannya. Meskipun kebudayaan ini menjadi tradisi di desa ini tidak semua masyarakatnya mengadakan kegiatan semacam ini, karena dibutuhkan dana yang cukup besar untuk mengadakannya. Biasanya Gamelan ini dilaksanakan oleh orang-orang yang mempunyai kelas sosial tinggi seperti kepala desa, juragan padi , tokoh masyarakat, kiai, dan guru ngaji di Mushalla-mushalla. Kedua : budaya Nampanen. Disebut Nampanen karena pertama kali merayakannya bertepatan dengan hari Senin dalam bahasa Kangeannya (napak are Senin). Biasanya dilaksanakan menjelang puasa Ramadhan kurang lima hari. Pada hari itu masyarakat desa Gelaman membuat limpet (lepet) dan ketupat (katopa’) dan hampir dipastikan antara tetangga satu dengan tetangga lainnya saling memberi dari hasil buatannya (begibe) dan untuk kiai hampir semua masyarakat membawa hasil buatannya. Hal ini dijadikan pemersatu antara individu dan masyarakatnya maupun masyarakat satu dengan masyarakat yang lain. Ketiga : budaya perayaan Nisfu Sya’ban. Perayaan ini sebenarnya hampir semua masyarakat muslim yang ada di tanah air melaksanakannya, akan tetapi ada pelaksanaan yang cukup berbeda dilakukan oleh masyarakat Kangean. Mayoritas masyarakat muslim merayakannya dengan pembacaan Yasin dan do’a Nisfu Sya’ban, berbeda pula dengan masyarakat desa Gelaman. Mereka merayakannya dengan mengadakan kegiatan pengantenan dan penganten ini berbentuk patung yang terbuat dari tanah, untungnya hal ini hanya dijadikan kegiatan hiburan tidak sampai kepada penyembahan-penyembahan terhadap patung yang pada akhirnya akan berdampak terhadap kemusyrikan. Kebudayaan juga bisa menjadi sesuatu yang berbahaya jika dikultuskan. Budaya ketiga inilah yang sampai saat ini berpersepsi bahwa budaya ini adalah peninggalan-peninggalan orang-orang awam yang ter-imitasi ajaran-ajaran Buddha. Namun saat ini hampir hilang ditandai minimnya masyarakat desa Gelaman untuk melaksanakannya.
Tidak kalah pentingnya untuk diketahui, bahwa di desa ini ada suatu ajaran agama yang bernuansa (syariat) masyhur di kalangan masyarakat muslim dengan sebutan ajaran ABOGE. Aboge merupakan nama dari ajaran ini. Dan penulis baru mengetahuinya, pada waktu penulis masih bersekolah SD. Penulis sama sekali tidak mengetahui bahwa nama ajaran ini adalah ajaran Aboge, hanya saja penulis pernah mendengar bahwa ajaran ini adalah ajaran kitab Mujarrabat yang dibawa oleh salah satu tokoh yang berasal dari Makassar. Dan ajaran ini menjadi madzhab di desa ini. Mengapa ajaran ini dikatakan ajaran Mujarrabat? Karena kitab ini dijadikan pedoman dalam kesahariannya oleh masyarakat di desa ini, di samping itu ada ajaran yang sangat unik di dalam kitab itu, terkait dengan penentuan tanggal 1 Muharram dan penentuan tanggal setiap bulannya mengikuti rumus yang ada dalam kitab Mujarrabat. Tidak mengikuti kelender Hijriah yang menjadi kesepakan para ulama’ di seluruh dunia. Tidak hanya penentuan tanggal yang ada dalam kitab Mujarrabat ini yang dijadikan sebuah ajaran oleh masyarakatnya, melainkan juga percaya kepada hitungan-hitungan angka untuk mencari hari yang dianggap menyelamatkan dan menguntungkan jika mengimaninya.
Untuk ajaran Aboge seringkali masyarakat di desa ini dalam pelaksanaan dua hari raya dan pelaksanaan tanggal 1 Muharram maupun pelaksanaan hari-hari besar lainnya tidak sama dengan masyarakat muslim pada umumnya. Salah satu tokoh Aboge Ustad Ahmadullah mengatakan bahwa ajaran semacam ini tidak bisa dirubah karena merupakan peninggalan nenek moyangnya. Ia pun mengaku bahwa ajaran yang diikutinya merupakan ajaran Islam hanya ikhtilaf (berbeda) saja dengan ajaran Islam yang berlaku pada masyarakat muslim yang lain.
Banyaknya pemuda-pemuda desa Gelaman yang sudah berpendidikan tinggi sudah mampu mengurangi masyarakat yang mempercayai ajaran ini. Sebagian pemuda membuat organisasi penyelamat syariat Islam dan persatuan pemuda Gelaman. Diantara berbagai program yang direncanakannya adalah pemurnian dan pemahaman kembali ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya disesuaikan dengan ajaran Ahlusunnah wal Jama’ah.
2.4 PARIWISATA KANGEAN
Bicara soal Kangean tidak pernah lepas dari masalah potensi dan eksestensinya. Masyarakatnya yang plural dan budaya yang beragam, inilah yang menciptakan keunikan pulau Kangean.
Bukan hanya Bali, Kangeanjuga memiliki tempat-tempat yang Indah lainnya yang potensial sebagai tempat tujuan wisata. Kangean adalah salah satu pulau di Sumenep yang memiliki tempat wisata darat
dan wisata laut yang cukup memikat perhatian masyarakat. Baik masyarakat local maupun dari luar Kepulauan Kangean. Tapi sayangnya,
sampai saat ini masih banyak yang tidak menyadari keberadaannya.
Dengan kesulitan ekonomi Kangean saat ini, maka usaha-usaha ekonomi berbasis kekuatan local[]dapat menjadi harapan. Salah satunya adalah obyek-obyek wisata yang terbesar di pulau Kangean. Untuk itulah insan-insan pariwisata Kangean harus mampu mencari strategi-strategi yang tepat untuk mengatasi hambatan bisnis ekonomi maupun hambatan politik dan budaya dari luar untuk maju menjadi salah satu peluang dan alternative, paling sedikit dengan tujuan mencegah pariwisata Kangean menjadi terkikis.
Strategi atau langkah –langkah apakah kiranya didalam kepariwisataan yang perlu dilakukan, khususnya untuk ikut menggairahkan ekonomi
dalam negeri
Pengembangan pariwisata di pulau
.Kangean hendaknya tidak terlepas dari arah pengembangan kebudayaan local Kangean itu sendiri. Dengan kata lain, dalam kebudayaan local itulah hendaknya terletak landasan bagi kebijakan pengembangan wisata.
Kebudayaan local merupakan wadah pembentukan karakter dan sikap masyarakat dan sikap mayarakat Kangean, yang akan membuat lebih mampoenya Kngean dalam menghadapi tentang kehidupan dan waktu kewaktu. Kita telah seppakat[]bahwa Kangean menjadi jaya dan indah berdasarkan dinamika pluralisme, tetapi kukuh menjadi satu sebagai keluarga besar dalam kebersamaan dan mutualitas Bhinneka Tunggal Ika. Dalam konteks inilah pengembangan pariwisata harus di lkukan agar tidak mengorbankan cita-cita pembangunan karakter Kangean.
Dalam pembangunan wisata bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan membuka kesempatan berusaha dan lapangan kerja serta pemerataan pembangunan dibidang pariwisata. Pembangunan pariwisata yang berkesinambungan akan memberikan manfaat social budaya, social ekonomi masyarakat dan daerah, serta terpeliharanya mutu lingkungan hidup. Meningkatkan kepuasan wisatawan dan memperluas pangsa pasar. Dan menciptakan iklim yang kondusif bagi pembangunan pariwisata Kangean.
Dalam hal ini Pemerintah Daerah diharapkan mampu untuk kemampuan daerah[]dan kebutuhan wisatawan. Dengan kata lain, kepentingan wisatawan memang tidak boleh terabaikan, namun sebaliknya, tuntutan dan minat pariwisata mereka pun tidak boleh merusak daya tarik utama daerah wisata kangean, baik yang berupa ekologi, obyek-obyek wisata [termasuk peninggalan sejarah], adapt-istiadat dan kesenian setempat yang khas.
Unsur-unsur kebudayaan local, terutama kesenian local sebagai daya tarik wisata, yang harus kita jaga kelestariannya. Hal itu perlu dilihat dari segi jangka panjangnya, yankni bahwa ke khasan budaya local dapat menjadi modal dasar jangka panjang untuk memberi substansi kepada manifesto budaya kita, “Bhinneka Tunggal Ika”, yang harus tetap di pertahankan. Seni budaya local yang harus itu bahkan perlu di matangkan melalui proses improvisasi dan pengayaan , agar tetap akan menjadi daya tarik bagi para wisatawan, yang pasti juga akan makin menuntut kualitas akibat tajamnya persaingan budaya. Dengan cara itulah maka kepentingan kepariwisataan dapat menjadi sinkron dengan kepentingan mematangkan dan memperkokoh kepribadian nasional.
Namun yang menjadi kendala saat ini adalah kualitas sumber daya manusia, khususnya mengenai landasan pola pikir dalam melihat kegiatan pariwisata oleh masyarakat setempat. Hingga saat ini masih banyak di temukan adanya tingkat pengetahuan , pemahaman dan kesiapan masyarakat setempat yang masih rendah dalam menerima kegiatan pariwisata dan pengembangannya. Kangean masih termasuk unggul dari obyek wisata dan atraksi budaya yang bisa disajikan. Melalui cara itu, citra Kangean dapat di tingkatkan, dan kesan baik masyarakat luar terhadap Kangean dapat di tumbuh kembangkan.
Landasan pola pikir yang di perlukan dalam pengembangan dunia wisata adalah pola pikir yang berorentasi pada kebersamaan [mutuality]. Hal ini harus di tanamkan sebagai salah satu kebijakan dalam pengembangan kebudayaan local.
Sebaliknya, melalui pola pikir kebersamaan dan kerjasama, banyak kemajuan akan dapat di capai oleh dunia pariwisata. Di tingkat praktek, landasan pola pikir yang berorentasi pada kebersamaan dan kerjasama dapat di tunjukkan, misalnya, dalam pemberian izin operasional pada berbagai sarana-sarana pariwisata yang baru. Pemberian izin usaha biro perjalanan wisata dan hotel harus di upayakan untuk bisa meningkatkan kerjasama antara jenis-jenis usaha pariwisata itu sebagai suatu kekuatan bersama dalam membangun pariwisata Kangean agar mampu menjadi tuan di negerinya sendiri. Dengan cara itu dapat pula di kurangi ketergantungan insane pariwisata kita pada selera dan kepentingan pihak asing.
Hampir semua masyarakat Kangean mengenal Pantai Celghung, dan Tanjung Pongka’[TP], yang berada di bagian barat pulau Kangean. Bahkan masyarakat dan daerah lain sudah sangat mengenal tempat wisata tersebut, terutama momen-momen lebaran sering menjadi sasaran utamanya. Masyarakatpun menjadikan kedua tempat tersebut sebagai pariwisata yang sangat potensial untuk di kembangkan.
Hampi setiap hari minggu banyak masyarakat Kangean yang menyempatkan berekreasi di tempat tersebut. Namun ironisnya, masih banyak masyarakat yang belum mengetahui keberadaan tempat wisata lainnya. Selain karena masih banyak yang lebih suka memilih wisata pantai, lemahnya promosi wisata darat yang di lakukan sebagian masyarakat merupakan salah satu factor “terlupakannya” tempat wisata ini.
“Goa Kuning” tempat wisata yang terletak di sentral Kangean cukup mudah di jangkau oleh masyarakat yang hendak berekreasi di tempat tersebut. Lokasinya tepat di sekitar kawasan perkebunan bukit utara atau sekitar 1½ km dari Kota Arjasa.
Diutara pantai kangean tersebut, kalau sore bayak ikan lumba-lumba yang sedang bermain, jarak dari pantai sekitar 500 meter, biasanya ikan lumba-lumba dapat di lihat sekitar pukul 15-18 sore. Bukan hanya itu di pulau mamburit, sekitar 450 meter sebelah barat kangean, menyimpan keindahan laut, mungkin satu-satunya pulau di sumenep memiliki terumbu kaeang yang sangat luas dan indah, namun pemda sumenep tutup mata dengan keindahan laut tersebut.

Padahal keindahan terumbu karang di pulau mamburit sudah masuk dalam dafter untuk di jadikan taman laut, namun sampai saat ini terbengkalai. Rencana tersebut sudah ada sejak tahun 2006. feri kepala bagian Tata Ruang di DKP Pusat mengatakan kepada wartawan media ini di ruang kerjanya. Pulau tersebut sudah di rencanakan untuk di jadikan Taman Laut terbesar di Asia, mengingat terumbu karang yang ada di pualau tersebut sangat luas dan indah, sehingga dapat mengundang wisatawan local dan mancanegara.

Masih menurut Feri, program sudah kami buat, bahkan sudah ada buku panduannya, tinggal bagaimana daerah tingkat I dan II melaksanakannya, kata Feri. Bukan hanya itu dapat mengundang wisatawan, namun ada tiga titik tempat wisata yang menarik, seperti Goa Kuning, dahulu kala Goa tersebut tempat bertapanya seorang puteri cantik yaitu Puteri Kuning yang di duga ibunda Joko Tole (Raja Sumenep).

Goa Petteng, Goa ini sangat menyeramkan karena goa tersebut sangat gelap, namun di dalamnya goa tersebut sangat menarik karena ada peralatan tidur lengkap yang terbuat dari batu. Air Mancur Alami, tempat ini terletak di Desa Daandung, Air Mancur ini tumbuh secara alami, tanpa di gerakkan memakai mesin, tempat tersebut cocok untuk di kelola di jadikan perusahaan air, guna memenuhi konsomsi local, tapi hingga saat ini belum dikelola.

A.AIR TERJUN AENG BUTON

Beberapa hari yang lalu di pulau Kangean dihebohkan dengan ketemukannya Air Terjun berketinggian 3-4 meter oleh masyarakat setempat. Adapun telah air terjun itu ada di dusu Aeng Buton desa Torjek Kecamatan Kangayan. Sementara masyarakat pulau Kangean menamakan air terjun tersebut dengan di sebut Air Terjun Aeng Buton. Diharapkan dengan diketemukan air terjun tersebut menambah kekayaan wisata di Kepulauan Kangean, sampai saat ini di pulau kangean sudah ada beberapa obyek wisata yang sering di kunjungi oleh masyarakat local (orang kangean sendiri).

Agak kebarat dari tempat ketemukannya Air Terjun Aeng Buton di sana ada tempat wisata yang dinamakan Olbek. Daerah ini masuk wilayah Kecamatan Kangayan merupakan sumber air yang tak kujung henti menghembuskan air walaupun di musim kemarau, sumber ini cocok untuk di kelolah oleh perusahaan Air Minum. Tempat ini kalau hari minggu atau hari libur lainnya sangat ramai di kunjungi oleh wisatawan local khususnya anak-anak muda pulau Kangean untuk sekedar MEJENG.

B.Air Kelamin' Berkhasiat di Kangean

(foto: 
ikhsanhafiyudin.blogspot)
(foto: ikhsanhafiyudin.blogspot)
PENINGGALAN sejarah memang banyak keunikannya. Dari artistiknya hingga daya magis yang cukup kuat. Seperti sebuah batu yang cukup unik di Kangean, Madura, Jawa Timur.

Batu ini disebut unik karena memiliki bentuk seperti alat kelamin pria dan alat kelamin wanita. Menariknya dari kedua bentuk alat kelamin ini keluar air yang dipercaya berkhasiat penuh dengan kekuatan magis.

Lokasi Kangean sendiri berjarak sekitar 100 km dari Sumenep, Madura. Transportasi yang ada saat ini adalah kapal laut yang dikelola oleh PT. Dharma Lautan Indonesia dan Sumekar Line (milik Pemkab Sumenep). Dengan transportasi ini masyarakat Kangean dapat pulang-pergi ke pulau Madura hampir setiap hari. Rata-rata waktu tempuh ke pulau Kangean sekitar 3 jam dari pelabuhan Kalianget.

Kangean adalah gugusan pulau yang terletak di sebelah ujung timur Pulau Madura, Laut Jawa. Kepulauan ini terdiri dari sedikitnya 60 pulau, dengan luas wilayah 487 km². Pulau-pulau terbesar adalah Pulau Kangean (188 km²), Pulau Paliat, dan Pulau Sapanjang. Pulau Kangean bagian timur terdapat pegunungan dengan puncak tertingginya 364 m.

Di Desa/Kecamatan Kangayan (Pulau Kangean), Sumenep, Madura mempunyai sesuatu yang unik yaitu Sumber Palak-Palak. Sumber air terletak di tengah hutan lindung yang mengeluarkan air dari batu besar berbentuk kemaluan seorang laki-laki dan wanita. Air batu itu dipercaya mempunyai kekuatan magis.

Sumber palak-palak yang sudah ratusan tahun menghidupi masyarakat setempat saat ini dipercaya mengandung kekuatan magis. Selain airnya untuk mengaliri lahan pertanian dan kebutuhan masyarakat, sumber ini juga banyak didatangi warga yang sulit mempunyai anak dan sulit mendapatkan jodoh.

Ibaratnya, batu besar yang menyerupai alat kelamin manusia dan keluar air sangat deras itu menjadi obyek wisata dadakan. Para pengunjung laki-laki biasanya lebih tertarik pada batu mirip kemaluan perempuan, sedangkan pengunjung wanita justru mendekati batu yang mirip lawan jenis itu.

Air yang keluar dari satu batu dan berbentuk dua kemaluan manusia lain jenis itu menjadi sasaran para pengunjung. Mereka tidak segan-segan meminum langsung airnya guna terkabul hajatnya. Khususnya, yang sulit mempunyai jodoh atau sulit mempunyai keturunan.

Untuk sampai ke tempat tersebut, dari Kecamatan Kangayan menuju ke arah selatan sekitar 5 kilometer. Lalu menyusuri jalan setapak sekitar 700 meter dan bisa dilalui sepeda motor. Lokasi pun sangat alami dan berjarak sekitar 500 meter pada pemukiman warga.

Sumber Palak-Palak tersebut merupakan potensi alam yang perlu dikembangkan, sebab kondisinya sangat alami dan indah serta mempunyai ciri kekhasan plus benar-benar unik. Sayangnya hingga kini pemerintah daerah setempat belum mengupayakan secara maksimal, terutama menjadi tujuan obyek wisata alam. Sebab bila dikelola dengan baik maka akan menambah dan meningkatkan PAD tentu saja perekonomian masyarakat setempat akan berputar cepat.
2.4 SATWA DI KANGEAN.
Ayam bekisar merupakan ayam bersuara khas, hasil persilangan antara ayam hutan dan ayam kampung. Karena ke khas-an suaranya itulah, harga ayam bekisar bisa mencapai jutaan rupiah. Karena harganya yang melangit, warga Kangean akhirnya mencoba menangkarkannya dengan cara tradisional. Seperti yang dilakukan Muhammad Ali, warga Desa Torjak, Kecamatan Kangayan, Pulau Kangean, Sumenep. Dengan bermodal tiga ekor ayam hutan jantan, dikawinkanlah ayam itu dengan ayam kampung betina.
Caranya, ayam kampung betina dipendam sebagian tubuhnya ke dalam tanah dan pada bagian sayapnya dipasangi bambu. Ini dilakukan sebagai penahan agar ayam tidak lari. Selanjutnya, ayam hutan jantan yang ada di dalam sangkar dikeluarkan.  Tapi sebelumnya, nafsu ayam hutan jantan harus dipancing dulu dengan menggunakan ayam hutan betina. Karena, ayam hutan jantan biasanya tidak mau dikawinkan langsung dengan ayam kampung betina.  
Setelah nafsu ayam hutan jantan memuncak, Mohammad Ali kemudian menyodorkannya ke ayam kampung betina sehingga terjadilah proses perkawinan.  Agar benih yang ada di rahim ayam betina kampung aman dan tidak hilang, Mohammad Ali memasang pengaman dari potongan batok kelapa yang di bagian belakang ayam betina kampung. Hal tersebut dimaksdukan agar tidak terjadi perkawinan antara ayam kampung betina dan ayam jantan lainnya di luar jenis ayam hutan.  
Untuk memperoleh bibit ayam bekisar yang bagus, pejantan ayam hutan dan ayam betina kampung harus dari jenis yang unggul, sehat dan memiliki bulu tebal.  Kalau memang mau bibit keturunan ayam yang mahal, pejantan ayam hutan dan betina harus dipilih dari jenis yang unggul. Nantinya, anak ayam akan mengikuti induknya, jelas M Ali.
Ayam kampung betina yang sudah bertelor dari hasil perkawinan dengan ayam jantan hutan kemudian ditetaskan oleh induk ayam kampung betina. Namun anak ayam yang menetas tidak semuanya menjadi bibit ayam bekisar. Dari sepuluh telur ayam yang menetas, kemungkinan yang jadi ayam bekisar hanya tiga sampai lima anak ayam saja.
Hasilnya, ayam bekisar yang sudah bersuara cukir harganya sangat mahal, mencapai Rp 5 juta. Sedangkan anak ayam bekisar yang baru dipisah dari induknya sekitar Rp 250 ribu hingga Rp 750 ribu.  Untuk mendapatkan keuntungan atas hasil perkawinan ayam-ayamnya itu, Mohammad Ali biasanya memenuhi permintaan penghobi ayam bekisar di Jakarta, Yogjakarta, Solo dan Surabaya.
Umumnya, permintaan ayam bekisar itu digunakan untuk ayam aduan. Karena, ayam bekisar yang sering memenangkan perlombaan suara, harga jualnya mencapai puluhan juta rupiah. (san/eda)
DAFTAR PUSTAKA
www.google.comasal mula kepulauan kangean.abdul.blogspot.com
http://www.google.com.pariwisata.kangean wropress.com
http://www.google.com.budaya
http://www.google.com.kangean.kangeanblogspot.com


0 komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text